"Senamnya di mana Tante
?" Aku coba membuka percakapan. Aku memberanikan diri duduk di sofa yang
sama sebelah kanannya. "Dekat, di Tebet Timur Dalam". Malam ini Tante
mengenakan daster pendek tak berlengan, ada kancing-kancing di tengahnya, dari
atas ke bawah.
"Tumben, kamu tidur
siang" "Iya Tante, tadi main voli di situ" jawabku tangkas. "Kamu
suka main voli ?" "Di Kampung saya sering
olah-raga Tante" Aku mulai berani memandangnya langsung, dari dekat lagi.
Ih, bahu dan lengan atasnya putih banget! "Pantesan badanmu bagus"
Senang juga aku dipuji Tanteku yang rupawan ini.
Ah, Kalau ini mungkin saya dari
kecil kerja keras di kebun, Tante" Wow, buah putih itu mengintip di antara
kancing pertama dan kedua di tengah dasternya. Ada yang bergerak di celanaku.
"Kerja apa di kebun ?" "Mengolah
tanah, menanam, memupuk, panen" Buah dada itu rasanya mau meledak keluar. "Apa
saja yang kamu tanam ?" tanyanya lagi sambil mengubah posisi duduknya,
menyilangkan sebelah kakinya.
Kancing terakhir daster itu sudah
terlepas. Waktu sebelah pahanya menaiki pahanya yang lain, ujung kain daster
itu tidak "ikut", jadi 70 % paha Tante tersuguh di depan mataku.
Putih licin. Yang tadi bergerak di celanaku, berangsur membesar.
"Macam-macam tergantung
musimnya, Tante. Kentang, jagung, tomat" Hampir saja aku ketahuan mataku
memelototi pahanya. "Kalau kamu mau makan, duluan aja" "Nanti
aja Tante, nunggu Oom" Aku memang belum lapar. Adikku mungkin yang
"lapar"
"Oom tadi nelepon ada acara
makan malam sama tamu dari Singapur, pulangnya malam" "Saya belum
lapar" jawabku supaya aku tidak kehilangan momen yang bagus ini. "Kamu
betah di sini ?" Ia membungkuk memijit-mijit kakinya. Betisnya itu…
"Kerasan sekali, Tante.
Cuman saya banyak waktu luang Tante, biasa kerja di kampung, sih. Kalau ada yang
bisa saya bantu Tante, saya siap" "Ya, kamu biasakan dulu di sini,
nanti Tante kasih tugas"
"Kenapa kakinya Tante
?" Sekedar ada alasan buat menikmati betisnya. "Pegel, tadi senamnya
habis-habisan"
Di antara kancing daster yang
satu dengan kancing lainnya terdapat "celah". Ada yang sempit, ada
yang lebar, ada yang tertutup. Celah pertama, lebar karena busungan dadanya,
menyuguhkan bagian kanan atas buah dada kiri. Celah kedua memperlihatkan kutang
bagian bawah. Celah ketiga rapat, celah keempat tak begitu lebar, ada perutnya.
Celah berikutnya walaupun sempit tapi cukup membuatku tahu kalau celana dalam
Tante warna merah jambu. Ke bawah lagi ada sedikit paha atas dan terakhir, ya
yang kancingnya lepas tadi.
"Mau bantu Tante sekarang
?" "Kapan saja saya siap" "Betul ?"
"Kewajiban saya, Tante. Masa
numpang di sini engga kerja apa-apa"
"Pijit kaki Tante, mau
?"
Hah ? Aku tak menyangka diberi
tugas mendebarkan ini "Biasanya sama Si Mar, tapi dia lagi engga ada"
"Tapi saya engga bisa mijit
Tante, cuma sekali saya pernah mijit kaki teman yang keseleo karena main
bola" Aku berharap ia jangan membatalkan perintahnya.
"Engga apa-apa. Tante ambil
bantal dulu" Goyang pinggulnya itu… Sekarang ia tengkurap di karpet. Hatiku
bersorak. Aku mulai dari pergelangan kaki kirinya. Aah, halusnya kulit itu.
Hampir seluruh tubuh Tante pernah kulihat, tapi baru inilah aku merasakan mulus
kulitnya. Mataku ke betis lainnya mengamati bulu-bulu halus.
"Begini Tante, kurang keras
engga ?"
"Cukup segitu aja, enak
kok"
Tangan memijit, mata jelalatan.
Lekukan pantat itu bulat menjulang, sampai di pinggang turun menukik, di
punggung mendaki lagi. Indah. Kakinya sedikit membuka, memungkinkan mataku
menerobos ke celah pahanya. Tanganku pindah ke betis kanannya aku menggeser
dudukku ke tengah, dan..terobosan mataku ke celah paha sampai ke celana dalam
merah jambu itu. Huuuh, sekarang aku betul-betul keras.
"Aah" teriaknya pelan
ketika tanganku menjamah ke belakang lututnya.
"Maaf Tante"
"Engga apa-apa. Jangan di
situ, sakit. Ke atas saja"
Ke Atas ? Berarti ke pahanya ?
Apa tidak salah nih ? Jelas kok, perintahnya. Akupun ke paha belakangnya. Ampuuun,
halusnya paha itu. Kulit Tante memang istimewa. Kalau ada lalat hinggap di paha
itu, mungkin tergelincir karena licin!
Aku mulai tak tenang. Nafas mulai
tersengal, entah karena mijit atau terangsang, atau keduanya. Aku tak hanya
memijit, terkadang mengelusnya, habis tak tahan. Tapi Tante diam saja. Kedua
paha yang diluar, yang tak tertutup daster selesai kupijit. Entah karena aku
sudah "tinggi" atau aku mulai nakal, tanganku terus ke atas menerobos
dasternya.
"Eeeh" desahnya pelan.
Hanya mendesah, tidak protes!
Kedua tanganku ada di paha
kirinya terus memijit. Kenyal, padat. Tepi dasternya dengan sendirinya
terangkat karena gerakan pijitanku. Kini seluruh paha kirinya terbuka gamblang,
bahkan sebagian pantatnya yang melambung itu tampak. Pindah ke paha kanan aku tak
ragu-ragu lagi menyingkap dasternya.
"Enak To, kamu pintar juga
memijit"
Aku hampir saja berkomentar
:"Paha Tante indah sekali". Untung aku masih bisa menahan diri. Terus
memijit, sekali-kali mengelus.
"Ke atas lagi To"
suaranya jadi serak.
Ini yang kuimpikan! Sudah lama
aku ingin meremas pantat yang menonjol indah ke belakang itu, kini aku disuruh
memijitnya! Dengan senang hati Tante!
Aku betul-betul meremas kedua
gundukan itu, bukan memijit, dari luar daster tentunya. Dengan gemas malah!
Keras dan padat.
Ah, Tante. Tante tidak tahu
dengan begini justru menyiksa saya! kataku dalam hati. Rasanya aku ingin
menubruk, menindihkan kelaminku yang keras ini ke dua gundukan itu. Pasti lebih
nikmat dibandingkan ketika memeluk tubuh mbak Mar dari belakang.
"Ih, geli To. Udah ah,
jangan di situ terus" ujarnya menggelinjang kegelian. Barusan aku memang
meremas pinggir pinggulnya, dengan sengaja!
"Cape, To ?" tanyanya
lagi.
"Sama sekali engga,
Tante" jawabku cepat, khawatir saat menyenangkan ini berakhir.
"Bener nih ? Kalau masih mau
terus, sekarang punggung, ya ?". Aha, "daerah jamahan" baru!
Bahunya kanan dan kiri kupencet.
"Eeh" desahnya pelan.
Cerita Dewasa Belajar Ngentot
Dengan Tante - Turun ke sekitar kedua tulang belikat. Lagi-lagi melenguh. Daster
tak berlengan ini menampakkan keteknya yang licin tak berbulu. Rajin bercukur,
mungkin. Ah, di bawah ketek itu ada pinggiran buah putih. Dada busungnya
tergencet, jadi buah itu "terbuang" ke samping. Nakalku kambuh.
Ketika beroperasi di bawah belikat, tanganku bergerak ke samping.
Jari-jariku menyentuh
"tumpahan" buah itu. Tidak langsung sih, masih ada lapisan kain
daster dan kutang, tapi kenyalnya buah itu terasa. Punggungnya sedikit
berguncang, aku makin terangsang.
Ke bawah lagi, aku menelusuri
pinggangnya.
"Cukup, To.." Kedua
tangannya lurus ke atas. Ia tengkurap total. Nafasnya terengah-engah.
"Depannya Tante ?"
usulku nakal. Lancang benar kau To. Tante sampai menoleh melihatku, kaget
barangkali atas usulku yang berani itu.
"Kaki depannya 'kan belum
Tante" aku cepat-cepat meralat usulku. Takut dikiranya aku ingin memijit
"depannya punggung" yang artinya buah dada!
"Boleh aja kalau kamu engga
cape". Ya jelas engga dong! Tante berbalik terlentang. Sekejap aku sempat
menangkap guncangan dadanya ketika ia berbalik. Wow! Guncangan tadi menunjukkan
"eksistensi" kemolekkan buah dadanya! Aduuh, bagaimana aku bisa
bertahan nih ? Tubuh molek terlentang dekat di depanku. Ia cepat menarik
dasternya ke bawah, sebagai reaksi atas mataku yang menatap ujung celana
dalamnya yang tiba-tiba terbuka, karena gerakan berbalik tadi. Silakan ditutup
saja Tante, toh aku sudah tahu apa yang ada dibaliknya, rambut-rambut halus
agak lurus, hitam, mengkilat, dan lebat. Lagi pula aku masih bisa menikmati
"sisanya": sepasang paha dan kaki indah! Aku mulai memijit tulang
keringnya. Singkat saja karena aku ingin cepat-cepat sampai ke atas, ke paha.
Lutut aku lompati, takut kalau ia
kesakitan, langsung ke atas lutut, kuremas dengan gemas.
"Iih, geli". Aku tak
peduli, terus meremas. Paha selesai, untuk mencapai paha atas aku ragu-ragu,
disingkap atau jangan. Singkap ? Jangan! Ada akal, diurut saja. Mulai dari
lutut tanganku mengurut ke atas, menerobos daster sampai pangkal paha.
"Aaaah, Tooo …." Biar
saja. Kulihat wajahnya, matanya terpejam. Aku makin bebas.
Dengan sendirinya tepi daster itu
terangkat karena terdorong tanganku. Samar-samar ada bayangan hitam di celana
dalam tipis itu. Jelas rambut-rambut itu. Ke bawah lagi, urut lagi ke atas.
Aaah lagi. Dengan cara begini, sah-sah saja kalau jempol tanganku menyentuh
selangkangannya. Sepertinya basah di sana. Ah masak. Coba ulangi lagi untuk
meyakinkan. Urut lagi. Ya, betul, basah! Kenapa basah ? Ngompol ? Aku tidak
mengerti.
"To …" panggilnya tiba-tiba.
Aku memandangnya, kedua tanganku berhenti di pangkal pahanya. Matanya sayu
menantang mataku, nafasnya memburu, dadanya naik-turun.
"Ya, Tante" mendadak
suaraku serak. Dia tak menyahut, matanya tetap memandangiku, setengah tertutup.
Ada apa nih ? Apakah Tante ….. ? Ah, mana mungkin. Kalau Tante terrangsang,
mungkin saja, tapi kalau mengajak ? Jangan terlalu berharap, To!
Aku meneruskan pekerjaanku. Kini
tak memijit lagi, tapi menelusuri lengkungan pinggulnya yang indah itu,
membelai. Habis tak tahan.
"Uuuuh" desahnya lagi
menanggapi kenakalanku. Keterlaluan aku sekarang, kedua tanganku ada di balik
dasternya, mengelus mengikuti lengkungan samping pinggul.
"Too …. " panggilnya
lagi. Kulepas tanganku, kudekati wajahnya dengan merangkak di atas tubuhnya
bertumpu pada kedua lutut dan telapak tanganku, tidak menindihnya.
"Ada apa, Tante"
panggilku mesra. Mukaku sudah dekat dengan wajahnya.
Matanya kemudian terpejam, mulut
setengah terbuka. Ini sih ajakan. Aku nekat, sudah kepalang, kucium bibir Tante
perlahan.
"Ehhmmmm" Tante tidak
menolak, bahkan menyambut ciumanku. Tangan kirinya memeluk punggungku dan
tangan kanannya di belakang kepalaku. Nafasnya terdengar memburu. Aku tidak
lagi bertumpu pada lututku, tubuhku menindih tubuhnya. Menekan. Ia membuka
kakinya. Aku menggeser tubuhku sehingga tepat di antara pahanya yang baru saja
ia buka. Kelaminku yang keras tepat menindih selangkangannya. Kutekan.
Nikmatnya!
"Ehhhmmmmmm" reaksinya
atas aksiku.
Kami saling bermain lidah.
Sedapnya!
Aku terengah-engah.
Dia tersengal-sengal.
Tangan kananku meremas dada
kirinya. Besar, padat, dan kenyal! Ooooohhhh, aku melayang.
He!, ini Tantemu, isteri Oommu!
Iya, benar. Memangnya kenapa.
Mengapa kamu cium, kamu remas
dadanya.
Habis enak, dan ia tak menolak.
Dua kancing dasternya telah
kulepas, tanganku menyusup ke balik kutangnya.
Selain besar, padat, dan kenyal,
ternyata juga halus dan hangat!
Tiba-tiba Tante melepas ciumanku.
"Jangan di sini, To"
katanya terputus-putus oleh nafasnya.
Tanpa menjawab aku mengangkat
tubuhnya, kubopong ia ke kamarnya. "Uuuuuhhh" lenguhnya lagi.
"Ke kamarmu saja"
Sebelum sampai ke dipanku, Tante
minta turun. Berdiri di samping dipan. Aku memeluknya, dia menahan dadaku.
"Kunci dulu pintunya"
Okey, beres.
Kulepas seluruh kancingnya,
dasternya jatuh ke lantai. Tinggal kutang dan celana dalam. Buah dada itu
serasa mau meledak mendesak kutangnya!
Kupeluk lagi dia. Dadanya merapat
di dadaku.
"Tooo, hhehhhhhhh"
katanya gemas seperti menahan sesuatu.
Kami berciuman lagi. Main lidah
lagi.
Tangannya menyusup ke celanaku,
meremas-remas kelaminku di balik celana.
"Eehhmmmmmm" dengusnya
Dengan kesulitan ia membuka ikat
pinggangku, membuka resleting celanaku, merogoh celana dalamku, dan
mengeluarkan "isinya"
"Eehhh" Ia melepas
ciuman, melihat ke bawah.
"Ada apa Tante" Tanyaku
disela-sela dengus nafasku.
"Besar sekali"
Ia mempermainkan penisku.
Menggenggam, meremas.
Geli, geliii sekali.
Stop Tante, jangan sampai keluar.
Aku ingin pengalaman baru, Tante. Ingin memasuki kelaminmu..sekarang!
Kutarik tangannya dari penisku.
Untung Tante menurut. Aku tak jadi "keluar"
Kulepas tali kutangnya, tapi yang
belakang susah dilepas. Tante membantu. Buah dada itu terbuka. Wow.luar biasa
indahnya. Belum sempat aku menikmat buah itu, Tante memelukku. Meraih tangan
kananku, dituntunnya menyelip ke celana dalamnya. Dibawah rambut-rambut itu
terasa basah. Diajarinya aku bagaimana jariku harus bermain di sana :
menggesek-gesek antara benjolan dan pintu basah itu.
"Uuuuuuhhhhhh, Tooo.."
Dilepasnya bajuku, singletku,
celanaku luar dalam. Aku telanjang bulat. Kutarik juga celana dalamnya. Ia
telanjang bulat juga. Luar biasa. Pinggang itu ramping, perut itu rata, ke
bawah melebar lengkungannya indah. Rambut-rambut halus itu menggemaskan, diapit
oleh sepasang paha yang nyaris bulat. Seluruhnya dibalut kulit yang putih dan
mulusnya bukan main!.
Ditariknya aku ke dipan. Ia
merebahkan diri. Kakinya ditekuk lalu dibuka lebar. Dipegangnya kelaminku,
ditariknya, ditempelkannya di selangkangan. Rasanya terlalu ke bawah. Ah, dia
'kan yang lebih tahu. Aku nurut saja. Tangannya pindah ke pantatku. Ditariknya
aku mendekat tubuhnya. Sesuatu yang hangat terasa di ujung penisku.
Tangannya memegang penisku lagi.
Belum masuk ternyata. Disapu-sapukannya kepala penisku di pintu itu. Sementara
ia menggoyang pantatnya. Geliii, Tante. Aku manut saja seperti kerbau dicucuk
hidung. Memang belum pengalaman! Didorongnya lagi pantatku. Meleset!
Pernah kupikir waktu pertama kali
aku melihat kelamin Tante beberapa hari lalu, mana cukup lubang sesempit itu
menampung kelaminku yang lagi tegang ?
Tante membuka pahanya lebih lebar
lagi, mengarahkan penisku lagi, dan aku sekarang yang mendorong. Kepalanya
sudah separoh tenggelam, tapi macet!
"Kelaminmu besar,
sih!"keluhnya. Padahal barusan ia mengaguminya.
Ia menggoyang pantatnya
dan…bless. Masuk separoh.
"Aaaaahhh" teriak kami
berbarengan. Terasa ada sesuatu yang menjepit penisku, hangat, enak!
Pantatnya bergoyang lagi,
tumitnya mendorong pantatku.
Blesss..masuk lagi. Makin hangat,
makin sedap, dan geli.
Goyang lagi, aku dorong sekarang.
Masuk semuanya
Seedaaaaaaaaap!
Tante bergoyang.
Nikmaaaaaaaat!
Tante menjepit.
Geliiiiiiiiiiiiiiii!
Kutarik pelan. Terasa gesekan,
enak. Ya, digesek begini enak. Tarik sedikit lagi, dan kudorong lagi.
"Idiiiiiiiiiiih, sedaaaaapp
Too" Tante berteriak, agak keras.
Geli di ujung sana. Tariik,
dorooong
Makin geli..
Geli sekali…
Tak tahaaaaaann…
"Tahan dulu, To"
Tak mungkin, sudah geli
sekali.lalu..
Aku melambung, melayang,
melepas..
"Aaaaaahhhhhhh"
teriakku. Nikmatnya sampai ke ubun-ubun.
Mengejang, melepas lagi,
berdenyut, enak, melepas lagi, nikmat sekali..!
"Genjot lagi, To"
teriaknya
Mana bisa.
"Ayo, To"
Aku sudah selesai!
Tante masih menggoyang
Aku ikut saja, pasif
"Tooooo, .."
Tante gelisah, goyangnya tak
kubalas. Aku sudah selesai!
"Eeeeeeeeehh" keluhnya,
sepertinya kecewa.
Bergerak-gerak tak karuan,
menendang, menggeliat, gelisah..
Penisku mulai menurun, di dalam
sana.
Tante berangsur diam, lalu sama
sekali diam, kecewa.
Tinggal aku yang bingung.
Beberapa menit yang lalu aku
mengalami peristiwa yang luar biasa, yang baru kali ini aku melakukan. Baru
kali ini pula aku merasakan kenikmatan yang luar biasa. Kenikmatan berhubungan
kelamin.
Nikmatnya susah digambarkan.
Hubungan kelamin antara pria yang
mulai menginjak dewasa dengan wanita dewasa muda.
Sama-sama diinginkan oleh
keduanya.
Keduanya yang memulai.
Berdua pula yang melanjutkan,
keterusan dan…kepuasan.
Kepuasan ? Aku memang puas
sekali, tapi Tante ?
Itulah masalahnya sekarang.
Aku menangkap wajah kecewa pada
Tante.
Perilakunya yang gelisah juga
menandakan itu.
Aku jadi merasa bersalah. Aku
egois.
Aku mendapatkan kenikmatan luar
biasa sementara aku tak mampu memberi kepuasan kepada "lawan mainku",
Tante Yani.
Terlihat tadi, ia ingin terus
sementara aku sudah selesai.
Aku bingung bagaimana mengatasi
kebisuan ini.
Aku masih menindih tubuhnya.
Penisku masih di dalam.
Buah dadanya masih terasa kencang
mengganjal dadaku.
Pandangannya lurus ke atas
melihat plafon.
Aku harus ambil inisiatif.
Kucium pipinya mesra, penuh
perasaan.
"Maafkan saya, Tante"
Tante menoleh, tersenyum dan
balas mencium pipiku.
Sementara aku agak lega, Tante
tak marah.
"Kamu engga perlu minta
maaf, To"
"Harus Tante, saya tadi
nikmat sekali, sebaliknya Tante belum merasakan. Saya engga mampu, Tante. Saya
belum pengalaman Tante. Baru kali ini saya melakukan itu"
"Betul ? Baru pertama kamu
melakukan ?"
"Sungguh Tante"
"Engga apa-apa, To. Tante
bisa mengerti. Kamu bukannya tidak mampu. Hanya karena belum biasa saja.
Syukurlah kalau kamu tadi bisa menikmati"
"Nikmaaat sekali,
Tante"
Tante diam lagi, mengelus-elus
punggungku. Nyaman sekali aku seperti ini.
"To " panggilnya.
"Ya, Tante"
"Ini rahasia kita berdua
saja ya ? Tante minta kamu jangan katakan hal ini pada siapapun"
"Tentu Tante, tadinya
sayapun mau bilang begitu" Tiba-tiba aku ingat sesuatu. Mendadak aku jadi
cemas.
"Tante "
"Hhmm"
"Gimana kalau Tante nanti
.." Aku tak berani meneruskan.
"Nanti apa ?"
"Akibat perbuatan tadi, lalu
Tante .."
"Hamil ?" potongnya.
"Ya "
"Engga usah kamu pikirkan.
Tante sudah jaga-jaga"
"Saya engga mengerti
Tante"
"To, lain kali saja ya Tante
jelasin. Sekarang Tante harus mandi, Oommu 'kan sebentar lagi datang"
Ah, celaka. Sampai lupa waktu.
Aku bangkit hendak mencabut.
"Pelan-pelan To"
katanya sambil menyeringai, lalu matanya terpejam
"Eeeeeehhh" desahnya
hampir tak terdengar, ketika aku mencabut kelaminku.
Kubantu ia mengenakan kutangnya.
Buah dada itu belum sempat aku nikmati. Lain kali pasti!
"Tante " aku memanggil
ketika ia sudah rapi kembali.
Kupeluk ia erat sekali,
kubisikkan di dekat kupingnya
"Terima kasih, Tante"
lalu kucium pipinya.
"Ya " jawabnya singkat.
"Sana mandi, cuci yang
bersih niih" katanya lagi sambil menggenggam penisku waktu bilang 'niih'
Ooohhh, nikmatnya hari ini aku.
Malam ini pertama kali aku ciuman
dengan nikmat, pacaran sampai "keterusan". Pertama kali penisku
memasuki kelamin wanita. Pertama kali aku menumpahkan "air" ku ke
dalam tubuh wanita, tidak ke perut atau ke lantai.
Lebih istimewa lagi, wanita itu
adalah Tante Yani.
Wanita dengan tubuh yang luar
biasa.
Bentuknya, potongannya, halusnya,
padatnya, putihnya, bulunya…..
Padahal wanita itu sudah 26
tahun, sepuluh tahun di atas usiaku. Tapi lebih padat dari Si Ani yang 17
tahun, lebih manis dari Si Yuli yang sepantaranku, lebih indah dari Si Rika
yang seumurku.
Yang masih mengganjal, wanita itu
Tanteku, isteri Oom Ton. Ya, aku meniduri isteri Oomku! Aku mendapatkan
pengalaman baru dari isterinya! Aku memperoleh kenikmatan dari meniduri
isterinya. Isteri orang yang membiayai sekolahku, yang memberiku makan dan
tempat tinggal!
Betapa jahatnya aku. Betapa
kurangajarnya aku.
Aku sekarang jadi pengkhianat!
Mengkhianati adik misan ayahku!
Tapi, keliru kalau semua
kesalahan ditimpakan kepadaku.
Siapa yang menyuruh memijat ?
Okey, seharusnya memijat saja,
kenapa pakai mengelus ?
Pakai meremas pantat ? Habis,
siapa yang tahan ? Aku masih 16 tahun, masih sangat muda, tapi sudah matang
secara seksual, mudah terrangsang.
Tante sendiri, kenapa tidak
menolak ? Bisa saja ia menempelengku ketika aku mau mencium bibirnya di karpet
itu. Bisa saja ia menolak waktu aku membopongnya ke kamarku. Dan aku, bisa saja
memberontak waktu ia merogoh celana dalamku, waktu ia menggenggam kelaminku dan
diarahkan ke kelaminnya….
Kesimpulannya : salah kami
berdua!
Tapi, aku ingin mengulangi ……….!
***
Paginya, kami sarapan bertiga,
Aku, Oom, dan Tante. Aku jadi tidak berani menatap mata Oom waktu kami
berbicara. Mungkin karena ada perasaan bersalah. Sedangkan Tante, biasa-biasa
saja. Sikapnya kepadaku wajar, seolah tak terjadi apa-apa. Tak ada pembicaraan
penting waktu makan.
Tante bangkit menuangkan minuman
buat Oom. Kupandangi tubuhnya. Aku jadi ingat peristiwa semalam. Rasanya aku
tak percaya, tubuh yang ada di depanku ini, yang sekarang tertutup rapat, sudah
pernah aku tiduri. Aku ngaceng lagi..
Susah sekali aku berkonsentrasi
menerima pelajaran hari ini. Pikiranku ke rumah terus, ke Tante. Bagaimana ia
"menuntunku" masuk. Bagaimana aku mulai belajar
"menggesek", terus keenakkan. Aku ingin lagi…!
Tante bagaimana ya, apakah ia
ingin lagi ? Aku meragukannya, mengingat semalam ia tidak puas. Jangan-jangan
ia kapok. Tadi pagi sikapnya biasa saja. Mestinya sedikit lebih mesra kepadaku.
Memangnya kamu ini siapa.
Lebih baik begitu, wajar saja,
'kan ada suaminya.
***
Dua hari kemudian ketika aku
pulang sekolah, kulihat ada mobil Oom di garasi. Apakah Oom Ton tak ke kantor
hari ini ? Atau jangan-jangan Oom tahu kalau aku ..
Ah, jangan berpikir begitu. Dua
hari terakhir ini sikap Oom kepadaku tak ada perubahan apa-apa. Sikap Tante
juga wajar-wajar saja. Justru aku yang kelimpungan. Bayangkan. Setiap hari
ketemu Tante. Aku selalu membayangkan "dalam"-nya, walau pakaian
Tante tertutup rapat. Lalu, terbayang, aku sudah pernah menjamah tubuh itu, dan
terangsang lagi.
Selama dua hari ini aku
betul-betul tersiksa. Terlihat paha Tante yang sedikit tersingkap saja, aku
langsung "naik". Ooh..! Aku ingin lagiiiiii.
Siang ini aku makan sendirian.
Kamar Tante tertutup rapat. Oom pasti ada di dalam, mobilnya ada. Tante juga
tentunya. Mungkin mereka sedang …? Siang-siang ? Biar saja, toh suami-isteri.
Sekejap ada rasa tak nyaman. Tanteku sedang ditiduri suaminya…! Aku iri!
Memangnya kamu siapa ?
Baru saja aku selesai menyantap
sendok terakhir makananku, kemudian mengangkat gelas, ketika tiba-tiba pintu
kamar terbuka, Tante keluar, mengenakan baju tidur. Aku terpana. Tanganku yang
sedang memegang gelas berhenti, belum sempat minum, terpesona oleh Tante dengan
baju tidurnya. Kelihatan ia baru bangun tidur, melihatku.
"Sudah pulang, To"
"Udah dari tadi Tante"
Ia tutup pintu kamarnya kembali
lalu mendekatiku, dan tiba-tiba mencium pipiku erat, lenganku merasakan
lembutnya sesuatu yang menandakan Tante tak memakai kutang.
Hampir saja aku menumpahkan air
minum karena kaget.
"Ada kabar
gembira."katanya berbisik. Sebelum aku berreaksi atas aksinya itu, Tante
sudah beranjak ke belakang meninggalkanku.
Aku jadi penasaran. Penasaran
pada benda lembut yang mendesak lenganku tadi, serta pada kabar gembira apa ?
Ketika Ia kembali lagi, aku
berdiri untuk memuaskan rasa penasaran tadi.
Tante menempelkan telunjuknya ke
mulut sambil matanya melirik ke kamar. Aku mengerti isyarat ini. Jangan ganggu,
ada suaminya.
Sejam kemudian kulihat Oom Ton
duduk di sofa ruang tengah bersama Tante. Oom Ton berpakaian rapi berdasi,
seperti hendak ke kantor, sedangkan Tante mengenakan daster pendek tak
berlengan berkancing tengah, daster kesukaanku. Terlihat segar, baru saja
mandi, mungkin.
"Tarto" Oom Ton
memanggilku.
"Ya, Oom"
"Oom mau ke Bandung, dua
hari. Kamu jaga rumah ya ?"
Ini rupanya kabar gembira itu!
"Baik, Oom, kapan Oom
berangkat ?"
"Sebentar lagi, jam
tiga"
Dua hari Oom tak ada di rumah,
tentunya dua malam juga. Dua malam aku menjaga rumah, bersama Tante.
Dua malam bersama Tante ? Bukan
main!. Eit, jangan berharap dulu, ya. 'Kan tadi Ia bilang kabar gembira ?
Kok kamu yakin kabar gembiranya
Tante adalah karena Oom ke Bandung ? Jangan sok pasti ya!
Aku melirik Tante, Ia biasa-biasa
saja.
Pak Dadan datang membawa tas di
bahunya, masuk garasi menghidupkan mesin mobil.
"Papa berangkat ya, Ma"
"Ya, Pa, hati-hati di jalan,
ya ?"
"Mama juga hati-hati di
rumah"
Oom mencium pipi Tante, lalu
menciumi Si Luki.
"Jaga baik-baik, ya To"
"Ya, Oom"
Seisi rumah mengantar Oom sampai
depan pintu pagar, melambai sampai mobilnya berbelok ke jalan Tebet Timur Raya.
Semuanya masuk ke rumah kembali.
Hatiku bersorak. Dadaku penuh berharap dan kepalaku penuh rencana.
Luki dibawa pengasuhnya ke rumah
sebelah. Mbak meneruskan pekerjaannya di belakang. Aman. Tinggal aku dan Tante.
Kuberanikan diriku. Kupeluk Tante dari belakang. Betul 'kan, Tante tak memakai
kutang. Wah, sudah lama sekali aku tak menyentuhnya.
Tante sedikit kaget, lalu
berbalik membalas pelukanku. Cuma sebentar, melepaskan diri.
"Sabar, dong To"
"Tante …" Serak
suaraku.
"Nanti malam saja "
Aha, rencana di kepalaku bisa
terlaksana malam ini.
Kami duduk berdampingan di sofa,
sedikit berjarak. Aku nonton TV, Tante membaca.
Aku tak tahan lagi, penisku sudah
tegang dari tadi. Sekarang baru jam setengah empat sore. Berapa jam lagi aku
mesti menunggu ? Oh, lama sekali.
Tante, tolonglah aku. Aku tak
sanggup lagi menunggu.
Kulihat sekeliling meyakinkan
situasi. Luki masih sama si Tinah di tetangga. Mbak Mar menyetrika di belakang.
Aman!
Kupegang tangan Tante yang sedang
ada di pahanya. Dengan begini aku bisa meremas-remas tangannya sambil merasakan
lembutnya paha. Ia sesekali membalas remasanku, tetap membaca.
Ditariknya tangannya untuk
membuka halaman buku bacaannya, tanganku "tertinggal" di pahanya.
Kesempatan.
Kuusap lembut pahanya. Paha itu
masih seperti yang kemarin, padat, kenyal, halus, berbulu lembut. Masih tetap
membaca.
Aku makin berani, tanganku
bergerak ke atas menyusup dasternya. Kuusap celana dalamnya. Nafasnya mulai
terdengar meningkat "volume"nya.
Diletakkannya buku itu sambil
menghela nafas panjang.
"To., kamu engga sabaran, ya
?" katanya sambil memegang tanganku di bawah sana.
"Maafkan saya Tante, saya..
saya ..engga kuat lagi Tante, saya ingin lagi, Tante" Kataku
terputus-putus menahan birahi yang mendesak. Kelaminku juga mendesak.
"Masih sore, To"
"Tolonglah., Tante, saya
membayangkan terus setiap ..hari" kataku setengah memohon. Aku yakin
Tantepun sebenarnya telah terangsang, terlihat dari nafasnya dan aku merasakan
basah di celananya. Aku sudah sampai pada titik yang tak mungkin surut kembali.
Situasi sekeliling aman. Jadi, apa lagi selain berlanjut ?
"Saya mohon, Tante"
kini aku betul-betul memohon.
Ditariknya tanganku dari paha,
lalu dituntun ke dadanya. Permohonanku diterima.
Kuremas buah dada itu yang hanya
ditutupi selembar kain daster.
"Eeeeeeehhh" desahnya.
Tiga hari lalu, waktu aku pertama
kali meniduri Tante (memang baru pertama kali aku berhubungan sex), aku belum
sempat menikmati buah dada ini. Waktu itu kami sudah sama-sama terangsang
sehabis aku memijatnya. Aku baru sempat meremasnya, itupun dibalik kutang. Lalu
ketika kutangnya sudah terbuka, Tante sudah keburu menuntun kelaminku
memasukinya.
Sekaranglah kesempatan untuk
menikmati dada itu.
Kubuka kancing dasternya, satu,
dua, tiga.
Dada itu mengagumkan.
Putih, besar, menonjol, bulat,
bergerak maju mundur seirama nafasnya, putingnya kecil agak panjang tegak lurus
ke depan berwarna merah jambu.
Aku berlutut di depannya,
kusingkirkan daster itu, kucium belahan dadanya yang seperti parit kecil di
antara dua bukit.
Halusnya buah itu dapat kurasakan
di kedua belah pipiku.
Mulutku bergerak ke kiri, ke dada
bagian atas, terus turun, kutelusuri permukaan bukit halus itu dengan bibir dan
lidahku. Sementara tangan kananku mengusapi buah kirinya. Luar biasa, kulit itu
haluuus sekali! Tangannya mengusap-usap belakang kepalaku. Penelusuranku
berakhir di puncaknya. Kumasukkan putting itu kemulutku, kukemot.
"Aaaaaaaahhh" lenguhnya
pelan sekali.
Tangannya menekan kepalaku.
Kukemot lagi, kuhisap,
kupermainkan dengan lidahku, putting itu mengeras. Puting satunya lagi juga
mengeras, terasa di antara telunjuk dan ibujari tangan kananku.
Ada kesamaan gerak antara mulut
dan tangan kananku. Kalau mulutku mengulum puting, jari-jariku memilin puting
sebelahnya. Bila bibir dan lidahku merambahi seluruh permukaan buah yang sangat
halus itu, telapak tanganku merambah pula. Seluruh permukaan dada itu demikian
halus, sehingga ada sedikit yang tak halus di sebelah puting agak ke bawah menarik
perhatianku.
Kulepaskan muluku dari dadanya,
ingin memeriksa. Di sebelah puting dada kiri Tante ada bercak merah.
Kuperhatikan dan kuraba. Seperti bekas gigitan. Oh. Aku ingat tadi siang waktu
makan. Ini pasti "hasil kerja" Oom Ton di kamar yang terkunci tadi..
Akupun ingin. Betapa enaknya
menggigit buah kenyal ini.
Dada kanan bagianku. Kucium
puting itu kembali, geser sedikit, aku mulai menggigit.
Tiba-tiba Tante mendorong
kepalaku.
"Jangan, To. Kamu..mikir,
dong" katanya sambil terengah-engah.
Ah, bodohnya aku. Kalau kugigit
tentu nanti berbekas, jelas pemilik sahnya, Oom Ton, akan curiga!
"Maafkan saya Tante, habis
gemas sih."
"Yahhh.engga apa-apa. Kamu
harus ingat, ini rahasia kita saja"
Dipegangnya dadanya sendiri lalu
disodorkannya ke mulutku. Gantian, sekarang dada kiri dengan mulutku, yang
kanan dengan tangan kiriku….
Sudah saatnya untuk pindah ke
kamar.
Aku bangkit berdiri. Tante masih
tergolek duduk. Kancing tengah dasternya sudah semuanya terlepas, menyibak
kesamping, tinggal celana dalamnya saja. Dada itu rasanya makin besar saja.
Kutarik kedua tangan Tante, tapi
ia melepaskannya. Dibukanya gesperku, lalu kancing celanaku, dan ditariknya
resleting dan celana dalamku. Penisku yang tegang itu keluar dengan gagahnya
persis di depan mukanya.
"Uuuuuuuuuhhhh" Tante
melenguh pelan memegang kelaminku, dielusnya.
"Kok besar sekali sih To,
punyamu ini"
Kuraih badannya, kubimbing ia ke
kamarku sambil masih memegang senjataku, tertatih-tatih kami berdua.
Kukunci pintu kamarku, kurebahkan
Tante perlahan di dipanku, kulucuti pakaianku, dengan bertelanjang bulat
kudekati Tante.
Dengan perlahan kupelorotkan
celana merah jambu itu. Kembali aku bertemu dengan rambut halus hitam mengkilat
itu. Ada cairan bening di sana. Kutindih tubuhnya lalu kakinya menjepit
tubuhku. Kamipun berciuman, saling menggigit lidah. Lalu akupun tak tahan lagi.
Aku bangkit. Kubuka kakinya
lebar. Lubang sempit itu terbuka sedikit, merah. Sekarang aku tak perlu
dituntun lagi. Aku sudah tahu. Kutempelkan kepala penisku ke lubang sempit itu,
lalu kudorong hati-hati.
"Aaaaaaaaaaahhhhh, To,
sedaaaaaap"
Kepalanya sudah masuk.
Nikmaaaaaaaaaat!
Aku heran, lubang sesempit itu
bisa "menelan" kepala penis besarku. Kenapa kupikirkan ? Yang penting
enak.
Sambil memegangi kedua belah
dadanya, aku mendorong lagi. Enak-enak geli atau geli-geli enak. Entah mana
yang benar. Kudorong lagi, Aaah lagi, enak lagi, geli lagi.
Lagi kudorong, sampai habis,
sampai mentok.
"Idiiiiiiiiiiiiih, Toooo,
enak sekali"
Nyaman, sudah didalam seluruhnya.
Pinggul Tante mulai berputar. Aku
tahu tugasku, menarik dan mendorong. Mulut Tante mengeluarkan bunyi-bunyian
setiap aku mendorong. Melenguh, mendesah, kadang menjerit kecil, atau kata-kata
yang tak bermakna.
Kejadian tiga hari lalu berulang.
Baru beberapa kali "tusuk" aku sudah merasakan geli luar biasa.
Nampaknya aku tak mampu menahan lagi. Ah, kenapa begini ? Aku tak bisa tahan
lama. Aku cemas jangan-jangan Tante nanti kecewa lagi. Tapi bagaimana lagi, aku
sudah hampir tiba di puncak.
Aku coba berhenti bergerak sambil
menahan agar jangan sampai keluar dulu, persis kalau aku menahan kencing. Tapi
begitu aku diam, pantat Tante langsung berputar. Seluruh bagian tubuh yang di
dalam sana memeras-meras kelaminku. Oh, aku tak akan berhasil menahan diri.
Langsung saja aku bergerak lagi, makin cepat malah. Ocehan Tantepun makin
ngawur.
Aku jadi cepat, makin cepat dan
semakin cepat, lalu ……. badanku bergetar hebat, mengejang, berulang,
memuntahkan, mengejang lagi, muntah lagi…
Tante berhenti berputar, lalu
menjepit kakiku, menerima pelepasanku.
Rasanya aku mengeluarkan banyak
sekali
Lalu akupun ambruk di atas tubuh
Tante.
Aku selesai. Selesai menggetar,
selesai mengejang, selesai melepas, selesai semuanya. Tanteku selesai terpaksa.
Aku yakin ia kecewa lagi.
"Tante, gimana Tante, saya
engga bisa menahan lagi …"
"Hmmm, To"
"Maafkan lagi saya, Tante.
Saya gagal"
"Sudahlah, To"
"Saya hanya memuaskan diri
sendiri"
"Tante bilang sudahlah, kamu
lumayan tadi"
"Lumayan gimana Tante
?"
"Ada kemajuan dibanding yang
lalu. Tante merasa enak, tadi"
"Tante bohong! Tante cuma
menghibur saya"
"Benar, To. Memang Tante
merasa belum "tuntas", tapi kocokanmu tadi bisa Tante nikmati".
Aku agak tenteram.
"Ini karena kamu belum
biasa, To. Tante yakin, lama-lama kamu akan mampu. Barangmu kerasnya luar
biasa"
"Gimana caranya supaya saya
bisa lama, Tante ?'
"Nanti kamu akan tahu
sendiri"
"Ajarin saya ya, Tante"
Tante tak menjawab. Akupun
berdiam diri. Lama kami berdua membisu.
Tante melihat jam, pukul empat
sore, lalu bangkit mencari-cari pakaiannya yang berserakan.
"Tante mandi dulu, ya
?"
Aku membantunya berpakaian.
Merapikan karet celana dalamnya,
mengkaitkan kutangnya, mengancingkan dasternya. Ada sesuatu yang lain
kurasakan. Aku merasa demikian "mesra" membantunya berpakaian. Aku
serasa membantu isteriku!
Ya, barusan aku merasa meniduri
isteriku.
Kupeluk Tante erat sekali, agak
lama. Lalu kucium pipinya dalam-dalam.
"Tante"
"Apa, To ?"
"Tarto sayang Tante"
kataku tiba-tiba.
Dipandangnya mataku lurus-lurus.
"Apa maksudmu To"
"Engga tahu Tante, pokoknya
saya sayang sama Tante. Tante jangan kapok, ya ? Tarto ingin kita terus
begini"
"Oh, itu maksudmu. Asal kamu
bisa jaga rahasia"
"Bisa, Tante"
"Juga harus hati-hati"
"Iya,Tante"
Tanpa kusadari, penisku bangun
lagi.
"Sudah, mandi sana"
Tante ke luar kamarku
***
Malam itu aku nonton TV
sendirian. Tante ada di kamarnya, tertutup. Aku kesepian. Aku mengharapkan
Tante akan ke luar dari kamar menemaniku di sini. Kemudian aku mendekatinya,
lalu ciuman, raba-raba, dan …diakhiri dengan hubungan suami-isteri.
Heran aku, baru tadi sore aku
dipuaskan oleh Tante di kamarku, malam ini aku ingin lagi! Aku ingin kenikmatan
itu lagi. Aku tetap menunggu.
Jam 9 malam. Tante belum juga
muncul.
Pukul 9.30, tidak juga.
Kemarilah Tante, aku
merindukanmu.
Malam ini adalah malam pertama
Oom tak ada di rumah. Ayolah Tante, ini kesempatan yang tak boleh dilewatkan.
Atau kuketuk saja pintunya, lalu
aku masuk ?
Ah jangan. Itu kurang ajar,
namanya.
Tubuh indah itu sendirian di
kamar.
Buah dada putih itu tak ada yang
mengelusnya.
Kelamin berambut halus itu tak
ada yang memasukinya malam ini.
Kenapa engkau tidak ke luar ?
Barangkali Tante memang tidak
membutuhkannya. Paling tidak malam ini.
Ya, kalau ia butuh tentunya akan
mendekatiku.
Jam 10, belum ada tanda-tanda.
Aku putuskan, malam ini memang
Tante tak mau diganggu. Biar sajalah. Toh besok siang, sore, atau malam masih
ada kesempatan. Oom Ton menginap di Bandung dua malam. Yah, besok sajalah.
Tapi aku ingin malam ini!
Aku ingin malam ini kelaminku
masuk dan kemudian mengeluarkan cairan dengan nikmat!
Kemudian aku mengeluarkan penisku
yang sudah tegang itu. Kata Tante punyaku ini besar. Entah benar-benar besar,
aku tak tahu. Sebab aku belum pernah lihat punya orang lain.
Karena tidak ada Oom Ton, aku
jadi makin berani menggoda Tanteku. Seperti waktu sarapan tadi. Aku
mengelus-elus bahu dan lengan atasnya yang terbuka di meja makan. Bahkan
mencium pipinya.
"Hati-hati, To"
"Ya, Tante, Kan saya
lihat-lihat keadaan dulu"
"Mar ada di belakang"
katanya.
"Tante"
"Ehm ?"
"Tarto sayang Tante"
"Aku udah ada yang punya,
To" katanya sambil mencubit pahaku. Aku senang.
"Ya. Pokoknya saya
sayang" Jangan-jangan aku jatuh cinta benar-benar sama Tanteku ini.
"Semalam Tante ke mana. Saya
tunggu-tunggu"
"Ya. Tante tahu, kamu nonton
TV. Kamu masuk kamar jam 10 'kan ? Masa' mau terus-terusan". Aku lega,
Tante tak tahu perbuatanku semalam yang menyelinap ke kamar Mbak Mar.
"Iya dong. Mumpung ada
kesempatan. Sekarang juga saya mau" kataku nakal.
"Gila, kamu To. Awas jangan
sampai mengganggu sekolahmu!"
"Habis Tante betul-betul
menggemaskan" Aku ngaceng lagi!
"Udah ah, berangkat sana,
nanti telat"
"Tapi nanti lagi ya Tante,
janji dulu"
"Lihat dulu nanti"
Bagaimana tidak mengganggu
sekolah, seharian aku ingat Tante terus. Membayangkan apa yang akan kuperbuat
nanti bersama Tante.
web ku udah banyak pengunjung, tapi kok nggak banyak yang klik ya .. kenapa bisa gitu yaa
ReplyDeletewww.klikhammerofthor.com
Obat Magna Rx
Alat Vakum Penis
Testo Ultra
Hammer Of Thor
Obat Forex Asli
http://beritapelangii99.blogspot.com/2017/12/7-kota-idaman-miliarder-untuk-tinggal.html
ReplyDeletehttp://beritapelangii99.blogspot.com/2017/12/china-bangun-kamp-pengungsi-siaga.html
http://beritapelangii99.blogspot.com/2017/12/cuaca-ekstrem-sandiaga-pastikan-venue.html
Pelangiasik.com | indopelangi99.com
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 25.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 7 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsa
• Domino99
• Poker
• Bandarpoker.
• Sakong
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• Whatsapp : +855 166 75 661
• BBM : D872D7D9
• LINE : PELANGI99.COM
buat tante2 kesepian, hub ardi ya di 081231845006
ReplyDeleteCetita Sex DewasaCerita Bgebtot TanteCerita Sex PrawanCerita Sex Hot
ReplyDeletePrediksi Angka Keluar Toge Jitu Sydney Hari
Prediksi Angka Main Togel Jitu Hk Hari Ini
Prediksi Togel Jitu Singapure Hari Ini
Nonton Bioskop Online
Nonton Film Semi
Bioskop Streming
Nonton film Subtitel