Saat itu aku masih jadi mahasiswa di daerah Jakarta Timur
aku disana ngekos dengan ruangan yang semi permanen tidak tembok semua
melainkan yang atas kayu dan yang bawah tembok, kamar yang aku huni milik Ibu
Lisna, kamarku terletak di belakang yang dekat dengan kamar mandi.
Bagian Belakang rumah Bu Lisna di batasi tembok tinggi yang
di biarkan tanpa atap, di dalamnya di pergunakan Bu Lisna untuk memelihara
tanaman dan bunga-bungaan, disana juga tumbuh pohon belimbing yang rindang
tempat ngadem dengan menggelar tikar. Kamarku berada persis di depannya.
Di rumah itu hanya ada 2 kamar kost yang kusewa bersama
seorang cowok mahasiswa juga tapi sudah skripsi jadi jarang dirumah. Bu Lisna,
Ibu kostku ini adalah seorang janda beranak tiga, semua anaknya sudah kawin dan
tidak tinggal serumah lagi dengan Bu Lisna.
Ibu kost ku ini sebenarnya udah cukup tua umurnya kira-kira
50 tahunan, namun menurutku, untuk wanita seusianya, tubuh Bu Lisna masih
terhitung bagus, meski agak gemuk namun tetap montok dengan bongkahan pantatnya
yang bahenol dan buah dadanya yang besar.
Rambutnya yang hitam panjang selalu di jepitnya di belakang
kepalanya. Pembawaannya tenang dan ramah. Kalau sedang dirumah Bu Lisna paling
sering memakai daster sehingga bentuk tubuhnya menggodaku untuk selalu
mencuri-curi pandang.
Buah dadanya yang besar itu juga sering ku lihat terkadang
tanpa di tutupi BH sehingga tampak menggantung bergoyang-goyang saat badannya
menunduk membersihkan tanamannya.
Suatu hari ketika itu aku masuk siang jadi agak santai.
Setelah membeli koran aku kembali ke kamar untuk membacanya, pintu kamar
kubiarkan saja terbuka. Beberapa saat kemudian kulihat ibu kost berjalan ke
arah kamar mandi sambil membawa handuk, rupanya mau mandi. Dia berhenti sejenak
di depan kamarku untuk menyapaku.
”Kok belum berangkat? ” Sapanya.
”Iya Bu, hari ini masuk siang”. Jawabku.
”Wah enak dong bisa santai..,” Kata Bu Lisna lagi sambil
tersenyum dan meneruskan langkahnya menuju kamar mandi.
Dari kamar mandi ku dengar Bu Lisna bersenandung kecil di
timpali bunyi air. Saat itu pikiranku jadi ngeres dengan membayangkan Bu Lisna
telanjang membuat kemaluanku mengeras dan timbul keinginanku untuk
mengintipnya.
Segera kututup pintu kamarku dan dengan berhati-hati ku cari
celah sambungan papan antara kamarku dengan kamar mandi. dan ternyata ada
sedikit lubang tipis yang karena cet nya sudah hancur, tempatnya tepat agak
dibawah dekat bak mandi.
Dengan hati berdegub keras, aku intip Bu Lisna, tampak dia
telanjang bulat, badannya masih montok untuk ukuran wanita seusia Bu Lisna.
Payudaranya sudah agak turun tapi besar dan menantang, sedangkan kemaluannya
ditutupi bulu cukup lebat.
Dia menyabuni payudaranya agak lama, dia permainkan
putingnya dengan memilin-milinnya, sedang tangan yang satu lagi menyabuni
vaginanya, jari telunjuknya dimasukan berulang-ulang sedangkan matanya tampak
terpejam-pejam mungkin sedang menikmati, gerakannya itu kulihat seperti
layaknya orang bersenggama.
Bu Lisna lalu menghentikan kegiatannya lalu berjongkok
persis menghadapku untuk mencuci BH dan celana dalamnya sehingga vaginanya
dengan jelas ku lihat membuat gairahku menyala-nyala. Ku keluarkan penisku yang
sudah tegang berdiri
Kumainkan dengan tanganku tak kuperdulikan lagi kemungkinan
seandainya Bu Lisna mengetahui apa yang aku lakukan. Semakin lama nafsu seks ku
semakin tak terkendali kepalaku sudah tidak bisa berfikir jernih lagi, yang ada
di kepalaku bagaimana caranya bisa menikmati tubuh Bu Lisna.
Bu Lisna pun akhirnya selesai mandi, setelah mengelap
tubuhnya dengan handuk, dililitkannya handuk itu menutupi tubuhnya, sedangkan
pakaiannya di masukannya ke dalam ember yang ada di dalam kamar mandi.
Aku pun segera bersiap-siap dengan rencanaku. pun keluar
dari kamar mandi.
Ketika Bu Lisna melewati kamarku cepat ku buka pintu kamarku
dan tanpa berkata-kata lagi kupeluk tubuh Bu Lisna dari belakang sambil menarik
handuk yang di pakai Bu Lisna hingga akhirnya Bu Lisna telanjang, tanganku ku
remaskan ke buah dadanya.
”Aw, aduh.., apa-apaan nih..,” Pekik Bu Lisna terkejut.
”Aduh Dal, jangan Dal ah…,” Bu Lisna mencoba menghindar.
Aku tetap tak perduli, tangan kanan ku malah ku arahkan ke
vaginanya, ku kobel-kobel dan kucolokan jariku masuk ke dalamnya sambil ku
ciumi tengkuk dan leher belakang Bu Lisna. Tubuh Bu Lisna mencoba berontak agar
lepas tapi aku tak memberikan kesempatan dengan semakin mempereret pelukanku.
”Aduh.., dal ingat dal, ah.., Ibu sudah tua Dal. Lepasin Ibu
Dal.” Kata Bu Lisna memohon.
”Hhh.., Ibu masih seksi koq, buktinya saya nafsu sama Ibu.
Udah deh mendingan ibu nikmatin aja lagian kan ibu sudah lama nggak beginian.”
Kataku memaksa.
”Tapi Ibu malu Dal, nanti kalau ada orang yang tahu
gimana…?” Hiba Bu Lisna.
”Ya makanya, mending ibu nikmatin saja, kalau begitu kan
orang nggak bakalan ada yang tahu.” Tangkisku.
Akhirnya Bu Lisna pun terdiam, tubuhnya tidak berusaha
memberontak lagi aku semakin leluasa menjelajahi semua bagian tubuh Bu Lisna,
kadang kuelus-elus terkadang kuremas-remas seperti pada pantatnya yang besar
dan montok itu.
Menyadari sudah tidak ada penolakan dari Bu Lisna, aku
semakin mengintensifkan gerakanku ke bagian-bagian tubuh Bu Lisna yang dapat
membuat gairah Bu Lisna semakin tinggi agar tidak kehilangan momen.
”Ahh.., ssshh…, aahh…, geli Dal, ahh..,” Bu Lisna
mendesah-desah pelan pertanda nafsu seksnya sudah bangkit.
Ku putar tubuhku menghadap Bu Lisna, sambil tetap ku peluk,
ku ciumi bibirnya, dan lidahku kumasukan ke dalam mulutnya. Bu Lisna ternyata
mulai mengimbangiku, di balasnya ciuman ku dengan ketat aku dan Bu Lisna
bergantian saling menghisap bibir dan lidah.
Sambil begitu ku tuntun tangan Bu Lisna ke kemaluanku dan ku
selipkan tangannya ke dalam celana pendek training yang ku pakai. Tanpa ku
minta Bu Lisna menarik ke bawah celanaku hingga penisku bebas mengacung.
Digenggamnya kontoku, dengan jempolnya kepala penisku
dielus-elusnya kemudian dikocoknya. Pelerku pun tak luput di jamahnya dengan
meremasnya pelan, sesekali jarinya terasa menelusuri belahan pantatku melewati
anus, sensasi seks yang ku rasakan benar-benar lain.
Leher Bu Lisna ganti ku ciumi lalu turun ke bagian dadanya.
Buah dada Bu Lisna yang besar itu kuciumi, kuremas-remas, kusedot-sedot dan ku
jilati sepuasnya sedangkan pada putingnya selain ku pelintir-pelintir aku
hisapi seperti bayi yang sedang menetek pada ibunya, yang ternyata membuat Bu
Lisna kian hot. Tangannya mengerumasi rambutku dan terkadang menekan kepalaku
ke payudaranya.
Desahanannya semakin sering terdengar.
”Aduh.., ahh.., sshh.., terus dal, aahh..,”
Dengan posisi tubuh Bu Lisna yang tetap berdiri, aku
merendahkan badanku, kuarahkan mulutku ke selangkangannya, Bu Lisna ternyata
tau apa yang akan kulakukan, di renggangkannya kedua kakinya hingga sedikit
mengangkang yang membuat ku lebih leluasa menciumi vaginanya. Ku sibak bulu
jembut di permukaan vaginanya lalu ku dekatkan bibirku ke permukaan vaginanya.
Lidahku ku julurkan mengulas-ulas bibir vagina Bu Lisna,
itilnya ku terkadang kujepit dengan bibirku sebelum kuhisap-hisap. Tak
ketinggalan jariku ku colokan masuk ke dalam vagina Bu Lisna sambil ku
pitar-putar. Apa yang ku lakukan itu membuat Bu Lisna menggelinjang-gelinjang
dengan mulut tak berhenti berdesah-desah kenikmatan.
”Ahh.., aww.., yahhh.., sshh.., terus Dal, iyaahh..”
Begitu bernafsunya aku dan Bu Lisna bercinta, hingga aku dan
Bu Lisna sudah tidak perduli lagi kalau waktu itu kami bergelut di udara
terbuka di belakang rumah Bu Lisna. Tapi akhirnya kekhawatiranku muncul juga.
Ku hentikan sejenak aktifitasku.
”Bu, sebentar yah, saya mau ngunci pintu dulu, takut ada
yang datang.” Kataku sambil berdiri.
”Oh iya, untung kamu ingat, tapi cepet yah Dal, Ibu sudah
nggak tahan nih,” Jawab Bu Lisna nakal.
Aku hanya tersenyum, sambil berlalu kuremas dulu payudara Bu
Lisna.
Sebenarnya jarak ke pintu hanya beberapa meter saja,
berhubung aku dan Bu Lisna sedang diliputi kenikmatan seks hingga tak mau
kehilangan waktu meski sekejap. Setelah mengunci pintu aku kembali, penisku
terayun-ayun waktu berjalan karena celanaku sudah terlepas meskipun aku masih
memakai kaos.
”Kalau pintu depan dikunci nggak Bu?” Tanyaku ketika sudah
dekat Bu Lisna.
”Dikunci, dari pagi Ibu belum membukanya.” Jawab Bu Lisna
sambil merengkuh tubuhku ke pelukannya.
”Dal kita pindah ke kamar yuk!” Pinta Bu Lisna.
”Disini aja deh bu, cari suasana lain, pasti Ibu belum
pernah kan ngewe di sama bapak dulu di tempat terbuka seperti ini.”
”Ah, kamu ini ada-ada saja.” Elak Bu Lisna sambil membuka
kaosku.
Aku dan Bu Lisna kembali berpagutan di atas kursi yang ku
tari dari depan kamarku, tubuh Bu Lisna ku pangku di atas pahaku, Bu Lisna
semakin aktif menciumi ku, pentilku pun di hisap dan di jilatinya sedangkan
tanganku menggerayangi vaginanya yang semakin basah.
Bu Lisna kemudian berdiri lalu berjongkok di hadapanku, di
hadapkannya mukanya ke arah penisku lalu lindahnya menjulur mengulas-ulas
kepala penisku beberapa saat kemudian di masukannya penisku ke dalam mulutnya,
di hisap-hisapnya dengan menggerakan kepalanya maju mundur, kemudian pelirku di
hisapnya juga. Gerakan lidah Bu Lisna benar-benar membuatku di penuhi
kenikmatan.
”Ahh, enak Bu..,” Erangku penuh nafsu.
Tanganku mempermainkan buah dadanya yang menggantung
bergoyang-goyang, sesekali ku remas rambutnya dan ku tekan kepalanya agar
semakin dalam mulutnya melahap penisku. Bu Lisna lalu menghentikan hisapannya
pada penisku.
”Dal, ayo penismu masukin, vagina Ibu sudah kepengen banget
di ewe.” Pintanya sambil membaringkan tubuhnya di atas tikar dengan kedua
kakinya dilebarkan memperlihatkan vaginanya yang mumplu.
Tanpa berkata lagi aku menyusul Bu Lisna dan ku kangkangi
tubuhnya dari atas. Bu Lisna meraih penisku lalu di arahkannya ke lubang
vaginanya.
Setelah pas lalu ku tekan perlahan-lahan hingga penisku
masuk seluruhnya ke dalam vagina Bu Lisna lalu ku tarik dan ku masukan lagi
dengan gerakan semakin cepat. Mulut Bu Lisna terus berdesis-desis menahan
nikmat.
Tubuh Bu Lisna terhentak-hentak karena dorongan tubuhku,
buah dadanya yang bergerak-gerak indah kuremas-remas penuh nafsu, sambil terus
bergerak aku dan Bu Lisna berpelukan erat, mulutku dan mulutnya saling hisap.
Bu Lisna lalu memintaku berganti posisi di atas, aku
berbaring dan Bu Lisna duduk di atas selangkanganku setelah penisku di
masukannya ke dalam vaginanya.
Bu Lisna menggoyang-goyangkan pantatnya, terasa seperti
vaginanya memilin-milin penisku. Dari bawah payudara Bu Lisna ternyata tampak
lebih indah menggantung bergoyang-goyang.
Aku dan Bu Lisna kembali ke posisi semula. Gerakan aku dan
Bu Lisna semakin liar. Tusukan penisku semakin cepat yang diimbangi dengan
gerakan pantat Bu Lisna yang kadang bergoyang ke kiri dan ke kanan kadang ke
atas dan ke bawah menambah semakin panasnya permainan seks yang aku dan Bu
Lisna lakukan. Hingga akhirnya ku rasakan cairan spermaku segera keluar.
”Bu saya mau ke luar..,” Erangku.
”Ibu juga mau keluar, Dal..,” Desah Bu Lisna.
Aku dan Bu Lisna saling berpelukan dengan ketatnya, bibirku
dan bibir Bu Lisna saling hisap dengan erat dan spermaku pun menyemprot di
dalam vagina Bu Lisna. Beberapa saat aku dan Bu Lisna saling diam menikmati
sisa-saisa kenikmatan.
Sambil berbaring di atas tikar di bawah pohon rambutan yang
rindang dengan tubuh sama-sama telanjang aku dan Bu Lisna melepas lelah sambil
ngobrol dan bercanda. Tanganku mempermainkan payudara Bu Lisna entah mengapa
aku suka sekali dengan payudara Bu Lisna itu.
Aku dan Bu Lisna lalu membersihkan badan di kamar mandi,
saling gosok dan sambil remas hingga gairah ku dan gairah Bu Lisna kembali
bangkit, aku dan Bu Lisna kembali bersetubuh di kamar mandi sampai puas.
Wanita seusia Bu Lisna memang sangat berpengalaman dalam
memuaskan pasangannya, mereka tidak egois dalam menyalurkan gairah seksnya,
bahkan yang kurasakan Bu Lisna cenderung memanjakanku agar mendapatkan
kenikmatan yang setinggi-tingginya. Maka karena itulah akupun merasa di tuntut
untuk bisa mengimbanginya.
Gairahku terhadap Bu Lisna entah kenapa selalu menyala,
maunya setiap hari aku bisa menggaulinya, dan ternyata Bu Lisna pun demikian.
Hal ini kudengar sendiri ketika aku mengajaknya untuk bersetubuh padahal ketika
itu teman kostu sedang ada di kamarnya.
Saat Bu Lisna sedang mencuci piring ku dekap dia dari
belakang, tapi dengan halus Bu Lisna menolaknya.
”Jangan sekarang Dal, nanti temanmu tahu.” Kata Bu Lisna.
”Tapi Bu, saya sudah nggak tahan..,” Sanggahku.
”Ibu juga sama, malahan ibu pengennya tiap hari begituan
sama kamu.”
Akhirnya aku mengalah dan kembali ke kamarku dengan kepala
penuh hasrat yang tak terlampiaskan.
Sudah 4 hari ini gairahku tak tersalurkan, aku dan Bu Lisna
hanya bisa saling bertukar kode tanpa bisa berbuat lebih, hingga ketika itu
sore, mendadak temanku pulang ke kampungnya setelah dapat telepon bapaknya
sakit.
Setelah temanku pergi ku kunci pintu lalu segera aku mencari
Bu Lisna. Di dalam rumah tampak Bu Lisna baru keluar dari kamarnya. Bu Lisna
ketika itu memakai baju kurung berkerudung sepertinya Bu Lisna mau pergi.
”Mau ke mana Bu?” Tanyaku mendekatinya.
”Ibu mau ngaji dulu Dal..,” Jawab Bu Lisna.
”Bu, ayo dong, sudah lama nih..,” Rujukku.
”Nanti aja yah Dal, Ibu cuma sebentar koq ngajinya.”
”Ayo lah Bu sebentar aja..,” Paksaku sambil ku peluk Bu
Lisna.
Tanganku segera saja menjalar ke balik baju Bu Lisna yang
gombrong. Buah dada Bu Lisna yang besar yang selama beberapa hari ini ku
rindukan, jadi mainanku.
”Dasar kamu, nggak sabaran banget.., tapi sebentar aja yah!”
Rengek Bu Lisna akhirnya pasrah.
Ternyata Bu Lisna juga sudah panas, ciuman bibirku segera di
balasnya dengan bergelora. Meskipun waktu itu Bu Lisna memakai kerudung tak
menghalangi aku dan Bu Lisna untuk saling berbagi kenikmatan malahan aku merasa
ada nuansa yang lain yang kian membuat gairah bercintaku menjadi-jadi dan
permintaan Bu Lisna melepas kerudungnyapun kularang.
”Dal, kerudungnya Ibu lepas dulu yah!” Pinta Bu Lisna.
”Jangan Bu, biarin saja, saya semakin bernafsu melihat pakai
kerudung..”. Larangku.
”Ah kamu ini ada-ada saja.”
Sambil terus berciuman Bu Lisna melepas Bhnya, lalu bajunya
ku angkat ke atas dan ku sorongkan wajahku menjamah buah dadanya. Ku ciumi dan
ku jilati sepuas-puasnya. Bu Lisna merengek-rengek kecil sambil tangannya
mengerumasi rambutku.
”..Ah.., ngghh.., yah.., sshh.., ahh..,” Suara Bu Lisna
pelan.
Tangan Bu Lisna menarik celanaku hingga penisku yang sudah
keras itu mengacung bebas, lalu di permainkannya penisku dengan
meremas-remasnya. Kain bawahan yang di pakai Bu Lisna ku angkat dan ku
gelungkan di pinggangnya, lalu pantatnya ku remas-remas setelah kutarik celana
dalamnya.
”Dal.., ayo Dal cepet masukin..,” Pinta Bu Lisna.
”Iya Bu, disini aja ya Bu! Jawabku sambil membimbing tubuh
Bu Lisna ke kursi panjang yang ada di ruang tamu.
”Tapi nanti kalau ada orang gimana Dal?” Tanya Bu Lisna
khawatir.
”Tenang aja Bu, kan kita nggak telanjang” Aku meyakinkan Bu
Lisna.
”Dal, Ibu di atas yah..!” Bu Lisna meminta posisi di atas.
Aku mengiyakan kemauan Bu Lisna, ku dudukan tubuhku di atas
kursi panjang dengan posisi agak berbaring, selanjutnya Bu Lisna menempatkan
tubuhnya di atasku, dengan kedua kaki melipat sejajar pahaku, lalu Bu Lisna
menurunkan tubuhnya dan mengarahkan vaginanya ke penisku. penisku di pegangnya
agar pas dengan lubang vaginanya.
Setelah itu Bu Lisna menekan tubuhnya hingga penisku masuk
ke dalam vaginanya sampai dasar lalu diputar-putarnya pantatnya, lalu
diangkatnya vaginanya dan di tekan lagi sambil di putar-putar dengan gerakan
semakin cepat.
Buah dada Bu Lisna yang besar bergoyang keras mengikuti
gerakan tubuh Bu Lisna yang semakin liar itu segera ku sosor dengan mulutku, ku
ciumi dan ku hisapi hingga meninggalkan tanda merah, sementara tanganku
meremas-remas bongkahan pantatnya.
Biarpun Bu Lisna tidak melepas pakaian dan kerudungnya
persetubuhan aku dan Bu Lisna tetap dahsyat malah semakin membuatku bernafsu.
Ku imbangi gerakan Bu Lisna dengan menghentakan pantatku ke atas apabila Bu
Lisna Menekan ke bawah sehingga aku merasakan *penisku seperti menghujam ke
dalam vagina Bu Lisna, membuatnya semakin terhempas-hempas kenikmatan.
”Ahhh.., ssshh.., mmhh.., Yaahh..,” Mulut Bu Lisna tak
berhenti merintih.
”Ayo Dal, terus tusuk yang dalam vagina Ibu.., iyyahh..,”
Katanya di sela-sela rintihannya.
Setelah beberapa saat aku dan Bu Lisna saling menggenjot
dengan posisi Bu Lisna tetap di atas, kurasakan spermaku mau keluar.
”Bu saya mau keluar.., Bu..,” Erangku.
”Ibu juga dal, mau kaluar.., aahh..,” Balas Bu Lisna.
Gerakan tubuh ku dan tubuh Bu Lisna sudah tidak beraturan
lagi, aku dan Bu Lisna semakin liar menjelang klimaks. Tubuhku dan tubuh Bu
Lisna saling peluk erat, bibir ku dan bibir Bu Lisna bertautan erat saling
hisap
Hingga akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Lisna sama-sama
mengejang, spermaku pun tumpah di dalam vagina Bu Lisna. Aku dan Bu Lisna
bersama-sama menikmati puncak permainan seks yang bergelora walaupun tidak
begitu lama.
Aku dan Bu Lisna sama-sama terdiam dengan masih berpelukan
menikmati sisa-sisa gairah. Setelah keadaan dirasa normal Bu Lisna mengangkat
tubuhnya lalu berdiri, baru tampak olehku kalau pakaian dan kerudung yang
dipakai Bu Lisna begitu acak-acakan akibat pergumalan tadi.
”Udah ya Dal, Ibu mau berangkat.” Kata Bu Lisna sambil
beranjak menuju kamar mandi.
Aku lalu mengikutinya. Aku dan Bu Lisna sama-sama masuk
kamar mandi untuk membersihkan cairan sisa pergumulan. Sambil saling bercanda
aku dan Bu Lisna saling basuh.
”Gara-gara ini nih Ibu jadi terlambat..,” Kata Bu Lisna
sambil meremas pelan penisku yang mulai layu.
Aku hanya nyengir mendengar gurauan Bu Lisna. Setelah dirasa
bersih aku dan Bu Lisna keluar dari kamar mandi, aku masuk ke dalam kamarku
sedang Bu Lisna berjalan ke dalam rumah. Ku ganti kaos dan celanaku lalu aku
duduk di depan kamarku, ngeroko sambil baca koran. Dari dalam terlihat Bu Lisna
berjalan ke arahku dia sekarang sudah rapi kembali.
”Dal, Ibu berangkat ngaji dulu yah.., kalau mau istirahat
jangan lupa pintu depan kunci dulu.” Kata Bu Lisna.
”Iya Bu”. Jawabku sambil berdiri dan berjalan mengikuti Bu
Lisna, iseng dari belakang ku remas pantat Bu Lisna yang bergoyang-goyang. Bu
Lisna hanya mendelik manja.
”Dal, ah nakal kamu, belum puas yah..?”
”Nggak tahu nih Bu, kalau ngelihat Ibu bawaannya jadi
nafsu.”
Setelah menutup pintu aku kembali ke kamar untuk tidur.
Malamnya aku dan Bu Lisna nonton TV berdua di rumahnya, kami hanya mengobrol
dan bercanda saja, tak enak juga untuk mengajak Bu Lisna bersetubuh lagi
kasihan sepertinya dia cape.
Ketika aku mau kembali ke kamar telepon Bu Lisna berdering
yang ternyata dari cucunya Bu Lisna yang mengatakan bahwa besok siang mau
berkunjung. Wah alamat gairahku bisa tak tersalurkan lagi nih, kataku dalam
hati.
Jam setengah tujuh pagi aku bangun dan langsung mandi. Saat
berjalan ke kamar mandi kulihat Bu Lisna sedang berada di dapur dengan hanya
memakai daster tipis membuat gairahku naik.
Ketika mandi pikiranku tertuju terus ke Bu Lisna, dan acara
mandi pagi pun ku percepat. Pikirku kalau sekarang nggak bisa menikmati tubuh
Bu Lisna bisa gigit jari, soalnya kalau cucu Bu Lisna datang bisa berhari-hari
mereka tinggal.
Aku segera mengganti kaos, sedangkan celana pendek tetap ku
pakai biar praktis. Aku lalu mengendap-ngendap mendekati Bu Lisna yang sedang
berdiri di depan meja dapur dengan posisi membelakangiku.
Setelah dekat dengan Bu Lisna kepalaku langsung ku susupkan
ke bawah pantat Bu Lisna setelah terlebih dahulu bagian bawah dasternya aku
angkat dan langsung ku ciumi belahan pantat Bu Lisna yang ternyata tidak
memakai celana dalam.
”Aw!.., apaan nih..!” Teriak Bu Lisna terkaget-kaget setelah
tiba-tiba merasa ada sesuatu yang mendesak-desak pantatnya, tapi setelah tahu
aku yang melakukannya Bu Lisna pun tenang kembali.
”Iiih, kamu ini ngapain sih, ngagetin Ibu aja, untung Ibu
nggak Jantungan”. Rutuknya.
Sambil membiarkan saja apa yang aku lakukan terhadapnya.
Aku terus saja menciumi sekeliling pantat Bu Lisna yang
masih berwangi sabun, rupanya Bu Lisna juga baru habis mandi. Dari balik
dasternya, tanganku ku julurkan ke ke atas untuk meraih payudaranya yang
menggantung yang juga tidak memakai BH, setelah terpegang lalu ku remas-remas,
sedangkan Bu Lisna sejauh ini masih cuek saja dengan terus memilih-milih
sayuran.
”Dal, Ibu sih sudah menebak kalau pagi ini kamu pasti minta
jatah sama Ibu.” Kata Bu Lisna.
”Memangnya kenapa Bu.” Tanyaku dari dalam dasternya.
”Iya, kamu semalam denger kan kalau cucu Ibu mau datang.
Kasihan deh kamu Dal bakal nganggur beberapa hari, hi.., hi.., hi..,” Jawab Bu
Lisna sambil tertawa mengikik membayangkan penderitaanku nanti.
”Nasib-nasib.., ” Sesalku.
Bu Lisna kembali tertawa mendengar ratapanku itu.
Sambil terus menciumi pantat Bu Lisna, kuminta dia agar
sedikit melebarkan kedua kakinya, dan setelah kedua kakinya lebar mengangkang
ku geser tubuhku semakin kedalam lalu ku balikan badan dengan wajahku menghadap
keatas persis di bawah vaginanya.
Vagina Bu Lisna yang berbulu tebal itu lalu ku ciumi dan ku
jilati, dan lubang vaginanya ku masuki dengan jari tanganku sambil ku putar-putar
di dalamnya. Bu Lisna pun mengimbangi dengan menggoyang-goyangkan dan
menekan-nekankan pantatnya, sepertinya gairah Bu Lisna pun mulai naik.
”Dal berhenti dulu sebentar” Pintanya.
Dan setelah aku menghentikan kegiatanku, dengan masih tetap
berdiri di tariknya kursi makan di sebelahku lalu diangkatnya satu kakinya dan
di letakan di atas kursi, dengan posisi seperti itu memungkinkan aku semakin
bebas menjelajahi vaginanya.
Vagina Bu Lisna kembali ku jelajahi, dan tak lama berselang
kurasakan Bu Lisna mengejang dengan kepala kini munumpu di atas meja satu
tangannya menekan kepalaku tersuruk kian dalam ke vaginanya, lalu gerakan Bi
Lisna pun melemah kemudian terhenti, hanya dengus nafasnya saja terdengar masih
cepat.
Seiring dengan melemahnya gerakan Bu Lisna, aku pun
menghentikan permainan ku pada vagina Bu Lisna. Tanganku kini berpindah
meremasi buah dada Bu Lisna yang menggantung bergoyang-goyang karena kepala Bu
Lisna masih tergeletak di atas meja dan tubuhnya menjadi doyong ke depan.
Mulutku ikut menyerbu, buah dada Bu Lisna dengan rakus ku ciumi, ku hisapi dan
kuremas-remas.
Setelah merasa pulih, Bu Lisna lalu bangkit, dan akupun
kemudian duduk di atas kursi. Bu Lisna lalu memelukku dari arah depan hingga
kedua payudaranya yang empuk menghimpitku karena saat itu aku masih duduk di
kursi. Bu Lisna menciumi kepalaku lalu ciumannya turun ke wajah. Aku dan Lisna
saling berpagutan dan bertukar lidah.
Bu Lisna Lalu jongkok, di tariknya celana pendekku hingga
penisku yang sudah keras itu mengacung. Dipermainkannya penisku dengan
mengocoknya lalu dimasukannya ke dalam mulutnya sambil dihisap-hisapnya.
Aku dan Bu Lisna menuju ke menu utama permainan,dengan
menyingsingkan dasternya, Bu Lisna lalu tengkurap diatas meja satu kakinya
tetap menginjak lantai sedang yang satunya di angkat melintang di atas meja,
menampilkan pemandangan erotis pada vaginanya.
Terlihat vaginanya sedikit mendongak. Segera kuarahkan
penisku ke belahan vagina Bu Lisna, kemudian ku dorong hingga amblas dan ku
tarik lagi dengan lebih cepat. Tubuh Bu Lisna terhempas-hempas terdorong oleh
hentakanku, untung saja meja makan yang di jadikan tumpuan tubuh Bu Lisna kuat,
itupun sesekali beradu juga dengan dinding hingga menimbulkan suara berdegup.
Aku dan Bu Lisna lalu berganti posisi dengan berbaring di
lantai dapur. Bu Lisna memiringkan tubuhnya, aku yang sudah berjongkok di
depannya segera mengangkat dan menahannya dengan pundak satu kaki Bu Lisna
hingga terpentang, lalu kuarahkan penisku ke vagina Bu Lisna yang tampak
merekah itu dan kutusukan hingga dasar vagina Bu Lisna.
Ketika kurasakan saat-saat puncak sudah dekat, kusetubuhi Bu
Lisna dengan meniindihnya dari atas, mulutku menciumi buah dada Bu Lisna. Kedua
kaki Bu Lisna melingkar di pinggangku, hingga aku akhirnya aku klimaks,
spermaku tumpah di dalam vagina Bu Lisna. Aku dan Bu Lisna berpelukan erat
dengan bibir saling berpagutan, aku dan Bu Lisna mengahiri pergulatan puas.
Setelah itu aku dan Bu Lisna segera bangkit karena khawatir
kalau-kalau cucu Bu Lisna datang, dan benar saja tak lama setelah aku
tidur-tiduran di kamarku terdengar cucu-cucu Bu Lisna datang. Ternyata cucu Bu
Lisna tinggal lama karena sekolahnya sedang libur panjang, tinggal aku yang
sengsara menahan gairah sama Bu Lisna yang tidak dapat tersalurkan.
Akhirnya aku tak tahan lagi, suatu sore, ketika Bu Lisna
hendak mandi dan cucunya sedang main di depan, ku hentikan langkah Bu Lisna di
depan kamarku dengan berpura-pura ngobrol aku utarakan hasratku pada Bu Lisna.
”Bu, saya sudah nggak tahan lagi nih..,” Rengekku pada Bu
Lisna.
”Sabar dong Dal, kamu kan tahu sendiri ada cucuku, Ibu juga
sama, sudah kepengen, tapi ya gimana.” Jawab Bu Lisna.
”Tuh Ibu juga sama, sudah kepengen kan ayolah Bu, sebentar
saja.” Desakku.
”Iya sih, tapi nggak ada kesempatannya, cucu Ibu itu lho,
maunya sama Ibu terus..”
”Bu, gimana kalau nanti malam, setelah cucu Ibu tidur Ibu
pura-pura saja sakit perut, atau setelah semua tidur Ibu nanti ke sini.”
”Terus kalau pas kita lagi begitu ada yang ke kamar mandi
gimana?” Kata Bu Lisna Khawatir.
”Kitakan begituannya tidak di kamar mandi.”
”Habis dimana?, di kamarmu?” Tanya Bu Lisna lagi.
”Ya nggak lah itu sih resikonya sama, disitu aja tuh,
tempatnya kan gelap, orang nggak akan melihat kita, lagian kalau ada orang
rumah yang keluar kita bisa segera tahu.” Kataku sambil menunjuk tempat dekat
pohon belimbing di depan gudang yang gelap kalau malam.
”Ya udah deh kalau gitu, nanti malam ibu coba kesini, sudah
ya nanti ada melihat.” Jawab Bu Lisna setuju.
Saat Bu Lisna berlalu, aku sempatkan meremas bongkahan
pantatnya setelah melihat keadaan di dalam rumah Bu Lisna sepi. Bu Lisna hanya
merintih pelan sambil terus berjalan ke kamar mandi.
Untuk semakin mematangkan rencana, dari sehabis isya aku
berpura-pura tidur dan lampu kamarku pun ku matikan. Menjelang tengah malam
sekitar jam sebelas ku dengar pintu belakang rumah Bu Lisna di buka, segera ki
intip dari celah jendela, dan seperti yang ku harapkan terlihat memang Bu Lisna
yang keluar.
Segera aku bangun dan keluar. Tanpa mengeluarkan kata,
setelah menutup kembali pintu rumahnya dan melihatku keluar dari kamar, Bu
Lisna langsung menuju tempat yang telah di rencanakan, aku menyusulnya
delangkah hati-hati.
Setelah berdekatan, aku dan Bu Lisna langsung saling
berpelukan sambil berciuman dengan panas. Bibirku dan bibir Bu Lisna saling
pagut dengan liar dan penuh nafsu untuk melepaskannya yang selama ini sama-sama
di tahan.
Tanganku dan tangan Bu Lisna sama sama sibuk saling
menggerayangi. Ku selusupkan tanganku ke balik daster Bu Lisna hingga bagian
bawah daster Bu Lisna ikut terangkat ketika tanganku mulai ku remaskan ke
belahan pantatnya lalu berpindah ke depan mengobel vaginanya yang ternyata
tidak bercelana dalam.
Bulu jembutnya yang lebat ku permainkan dulu dengan
menarik-nariknya dengan pelan sebelum menjamah vaginanya. Vagina Bu Lisna yang
tembam itu lalu kepermainkan, itilnya kucubit-cubit halus, jariku lalu ku
masukan ke belahan vagina Bu Lisna dan kuputar- putar di dalamnya.
Sedangkan tangan Bu Lisna segera menyongsong penisku yang
sudah tegang di kocok-kocoknya perlahan batang penisku seperti sedang mengurut,
kemudian berpindah meremas buah zakarku.
Karena situasinya tidak begitu begitu kondusif aku dan Bu
Lisna tidak berlama-lama melakukan cumbuan, segera saja aku dan Bu Lisna
bersetubuh. Dengan mencoba tetap waspada kalau-kalau ada orang rumah yang
keluar.
Tubuh Bu Lisna berdiri menyender di dinding dengan ujung
daster bagian bawah di tariknya ke atas, satu kakinya naikan ke atas dan ku tahan
dengan tanganku, tubuhku menghimpit tubuh Bu Lisna ke dinding dan setelah
dirasa posisinya pas mulai ku hujamkan penisku ke vagina Bu Lisna.
Biarpun dalam keadaan yang tidak begitu leluasa, aku dan Bu
Lisna saling bergelut dengan liar. Aku dan Bu Lisna sama-sama penuh gairah
dalam persetubuhan yang kami lakukan. Nafasku dan nafas Bu Lisna saling
memburu. Dengan tetap menusuk-nusukan penisku tubuh Bu Lisna sedikit ku angkat
dengan tangan ku yang sebelumnya meremasa-remas bongkahan pantat Bu Lisna.
Aku dan Bu Lisna terus bergerak untuk saling berbagi
kenikmatan dengan mulut yang tanpa mengeluarkan suara dan kutahan. Dengan cara
seperti itu ternyata aku merasakan sensasi bersetubuh yang lain, yang tak kalah
nikmat nya dengan persetubuhan biasa. Aku dan Bu Lisna menjadi lebih panas dan
penuh gairah untuk segera menuntaskan permainan penuh nafsu ini.
Mukaku ku labuhkan di tengah-tengah payudara Bu Lisna
setelah Bu Lisna membuka kancing daster nya, lalu ku permainkan buah dada Bu
Lisna dengan mulutku dengan menciumi dan menghisapinya dan pada putingnya mulut
ku menyosot seperti sedang menyusu membuat Bu Lisna meliuk-liuk penuk nikmat.
Dan Akhinya dengan tanpa merubah posisi kami yang tetap
berdiri aku dan Bu Lisna sampai ke ujung klimaks, tubuhku dan tubuh Bu Lisna
bergelut kian rapat, pantat Bu Lisna menggeol-geol tak beraturan dengan semakin
liar dan ku hujamankan penisku semakin kencang sedangkan bibirku dan bibir Bu
Lisna terus berpagutan dengan ganasnya saling melumat dan bertukar lidah
Hingga pada akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Lisna sama-sama
mengejang menahan kenikmatan yang tiada tara itu, spermaku pun tumpah memenuhi
rongga-rongga vagina Bu Lisna.
No comments:
Post a Comment